Senin, 10 November 2014

revolusi Cina

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah.
Cina atau Tiongkok nama sekarangnya adalah Negara yang sangat maju dengan pertumbuhan ekonominya paling tinggi di dunia, Tiongkok atau Cina dapat mengalahkan Negara-negara yang terlebih dahulu maju, diantaranya adalah German, Inggris, Japan dan bahakan Cina mampu mengalahkan Negara adidaya Amerika yang biasanya selalu berada dalam urutan rangking teratas dalam hal kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.
Padahal apabila kita melihat sejarah dari Negara Cina, pada abad ke 19an juga Cina hanyalah Negara biasa yang dipandang lemah, dimana Cina merupakan Negara tujuan imperialism Negara-negara lain seperti Amerika, Inggris, Prancis dan Jepang.
Akan tetapi sesudahnya terjadi revolusi pada tahun 1911, yang mana  berpindahnya kekuasaan dari pemerintahan yang di pimpin oleh kaisar berganti kepada Negara yang menganut republic, mulai Nampak terjadi perubahan kearah yang positif walaupun pada dasarnya masih terdapat bnyak masalah, karena pemimpin-pemimpin revolusi pada saat itu tidak bisa mendirikan pemerintahan yang kompak dan stabil, hingga kemudian hal ini menimbulkan pemberontakan dimana-mana dan yang kemudian mengakibatkan terjadinya revolusi yang kedua dan bahkan kemudian terjadi lagi revolusi yang ketiga.
Tetapi sesudahnya terjadi revolusi yang ketiga yaitu pada tahun 1949 situasi di Cina lebih menuju kearah yang lebih naik lagi, walaupun kadang-kadang masih terdapat masalah-masalah. Tapi kemudian Cina pada thun 1950 mampu menjadi Negara dengan pertubuhan ekonomi tercepat di dunia. Hingga sampai sekarang Negara Cina merupakan Negara yang sangat di perhitungkan dalam hal kemajuan di bidang ekonomi. Bahkan menjadi salah satu Negara yang paling maju di dunia dalam waktu yang sangat singkat.



B.     Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana  sejarah revolusi di Cina?
2.      Kebijakan-kebijakan apa yang dikeluarkan oleh pemerintah Cina sehingga Cina dapat berkembang dengan pesat dalam waktu yang singkat?



C.     Tujuan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui seperti apa sejarah revolusi China.
2.      Untuk mengetahui seperti apa  kebijakan-kebijakan apa yang dikeluarkan oleh pemerintah Cina sehingga Cina dapat berkembang dengan pesat dalam waktu yang singkat?




































BAB II
PEMBAHASAN



SEJARAH REVOLUSI CHINA

Sejarah Revolusi di Cina.
Kehidupan politik di China meripakan produk dari masa revolusi yang sangat panjang yang berlansung paling tidak dari tahun 1911 sampai tahun 1949 dan meliputi tiga perombakan system politik secara secara kekerasan (James R. Towsland, 1997: 173). Revolusi China terjadi pada tahun 1911, menggantikan system kekaisaran yang telah berlangsung selama ribuan tahun dengan system pemerintahan republic. Revolusi keduua terjjadi pada tahun 1928, ketika Kuomintang (KMT) berhasil membentuk dan menguasai pemerintahan baru menggantikan pemerintahan “panglima perang” (warlord) yang terpecah-pecah dalam masa permulaan pemerintahan Republik China dengan system dominasi satu partai yang terogansir dan terpusat. Revolusi ketiga terjadi pada tahun 1949 dengan berdirinya Republik Rakyat China di bawah kekuasaan Partai Komunis China.

Revolusi Pertama 1911
Ketidakpuasaan bangsa China terhadap pemerintahan Dinasti Qing terus memuncak sejak kekalahan China dalam perang candu tahun 1842. Sejak saat itu banyak wilayah China yang menjadi wilayah pengaruh kekuasaan asing baik bangsa Eropa, Amerika aupun Jepang. Keadaan ini seolah-olah menimbulkan system Negara dalam Negara karena pengaruh bangsa asing yang adadi wilayah-wilayah China masing-masing memiliki hak konsesi dan hak ekstrateritorial. Secara politik dan ekonomi kehidupan bangsa China menjadi semakin terpinggirkan akibat ketidakmampuan pemerintah Manchu mengatasi masalah-masalah yang bermunculan berbagai macam gerakan yang pada intinya ingin menumbangkan kekuasaan Manchu dan menggantikan dengan kekuasaan dari bangsa China sendiri.
Diantara berbagai gerakan yang bermunculan di China, salah satu pimpinan yang terkemuka adalah SunYat Sen. Beliau merupakan tokoh yang nasionalis China yang dilahirkan di desa Xiangshanxian di Propinsi Guangdong pada tanggal 12 November 1866. Sun Yat Sen mendirikan organisasi Dongmenhui yang bertujuan untuk mengusir bangsa Manchu, merebut kembali China bagi bangsa Tionghoa, dan mendirikan suatu Negara yang berbentuk republic.
System kekaisaran di China berahir setelah Sun Yat Sen mengobarkan revolusi pada tahun 1911 dan selanjutnya bercita-cita ingin menyatukan seluruh China dalam satu pemerintahan yang didasarkan pada San Min Chu (tiga sendi kedaulatan Rakyat), yaitu 1) Nasioanalisme, 2) Sosialisme, dan yang 3) demokrasi. Revolusi nasioanal di bawah pengaruh Sun Yat Sen melecut di wuchang pada tanggal 11 Oktober 1911. Pada tanggal 12 Februari 1912 kaisar Xuangtong turun tahta setelah terjadinya revolusi Xinhai. Sebulan kemudian, yaitu pada tanggal 12 Maret 1912 berdirilah Republik China (ROC). Namun demikian kedudukan Sun Yat Sen sebagi presiden segera digantikan oleh Yuan Shih Kai, seorang Warlord (panglima perang) yang sangat berpengaruh. Yuan segera mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup, sementara Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton dan mendirikan Partai Koumintang (Nasionalis).
Yuan Shih Kai berkuasa antara tahun 1911-1916. Pada tahun 1915 ketika bertemu dengan golongan oposisi yang mengambil bagian dalam Revolusi republik, Yuan merasa bahwa ideology republic lebih bertahan lama daripada ambisi pribadi. Ia meninggalkan republic dan mengumumkan restoorasi Kekaisaran China dan mengangkat dirinya sebagai Sang Kaisar. Akibatnya sebagaian besar Propinsi di China selatan melepaskan diri dari kekuasaan pemerintahan Beijing. Setelah Yuan Shih Kai menumumkan dirinya sebagai kaisar baru di China terjadi revolusi terbuka yang dilancarkan di propinsi-propnsi China. Propinsi Yunnan menjadi propinsi petama yang melancarkan revolusi dan diikuti oleh propinsi-propinsi lainnya.
Pada tahun 1916 Yuan Shih Kai wafat, dan meninggalkan kekacauan terutama di wilyah China utara karena Yuan belum menunjuk seseorang untuk menggantikan dirinya. Akibatnya terjadi perpecahan di antara para panglima Tentara China Utara. Masaing-masing mengirimkan kepentingan pribadi dan membentuk kelompok-kelompok sendiri. Beberapa kelompok yang penting adalah kelompok Fng Tian di bawah pimpinan Zhang Zo Lin di Manchuria, kelompok Zhi Li di Tian Jin di bawah pimpinan Zhao Kun dan di propinsi Hunnan di bawah pimpinan Wu Pei Hu, dan kelompok  An  FU di bawah Pimpinan Qi Rui.
Periode warlordisme bisa dibagi dalam dua bagian, yaitu jaman sebelum tahun 1920 dan sesudah tahun 1920. Pada masa sebelum tahun 1920  golongan panglima perang berada dalam kedudukan yang kuat di samping kedudukan kerajaan pusat yang lemah. Kelompok-kelompok panglima perag sebenarnya mempunyai banyak perasamaan, namun aspirasi dan sikap mereka yang berbeda membuat kelompok-kelompok ini sulit bersatu.

Revolusi kedua (1928)
Yuan Shih kai meninggal dunia mewariskan kesimpangsiuran perundang-undangan dan angkatan bersenjata Tentara china Utara tanpa seorang panglima yang diakui sebagai pemimpinnya. Akibatnya era 1916-1928 di China dikenal sebagi periode warlordisme atau periode para jendral perang. Selama masa ini para warlord  saling berperang untuk mendapatkan pengaruh kekuasaan.
Sementara itu di wilayah China Selatan Sun Yat Sen masih memiliki pengaruh yang besar. Ia diangkat sebagai kepala pergerakan republic dan menjadbat sebagi Presiden sampai pada tahun 1925 ketika beliau wafat. Selanjutnya beliau (Sun Yat Sen) digantikan oleh Jendral Chiang Kai Shek.
Selama masa pemerintahannya ini, pada tahun 1928 Chiang Kai Shek berhasil menaklukan para warlord dan selanjutnya menyatukan China di bawah pemerintahan Kuomintang melalui ekspedisi Utara pada tahun 1926-1928. Dalam upaya menaklukan para warlord pasukan Kuomintang bekerjasama dengan Partai Komunis China.
Rencana operasi militer Ekspeedisi Utara disusun oleh seorang penasihat militr Uni Soviet Jendral Vaseli Blucher. Ekspedisi ini bertujuan untuk merebut dua kota besar yaitu Nanking dan Shanghai. Dii amping kekuata militer, Jendral Blucher juga menggunakan para kader komunis. Mereka memulai gerakannya dengan memengaruhi serta menggalang kaum buruh dan tani setempat untk mrnjafi pendukungnya. Dalam waktu singkat berbagi kota besar di tepi sungai Yan Tze berhasil direbut. Jendral Blucher menduduki Han Gou dan Wu Han, diikuti golongan sayap kiri Kuomintang. Bahkan pada 1 januari 1927 ibukota nasionalis dipinndah dari Kanton ke Wu Han.
Chang Kai Shek juga berhasil merebut berbagai kota besar di sebelah timur, diantaranya Nanking, yang selanjutnya dijadikan markas besarnya. Sejak saat itu seolah-olah nasiobalis China punya dua ibuota yaitu Wu han yang di dominasi oleh sayap kiri dan Nanking yang didominasi sayap kanan. Pada tanggal 10 oktober 1928 Chiang Kai Shek diangkat menjadi presiden Republik China di Nanking. Selanjutnya Chiang mengorganisasikan angakatan perang yang disebut tentara revolusi nasional.

Perang China Jepang II
Perang China jepang dua terjadi pada tahun 1937, merpukan perang besar antara China dan Jepang sebelum pecahnya perang dunia II. Sejak tahun 1932 wilayah Manchuria diduduki oleh tentara Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1936 Letnan Jendral Hideki Tojoj mendesak pemerintah Jepang untuk menguasai China denagn kekerasan senjata. Diawali dengan insiden di sekitar jembatan marcopolo yang terletak di utara kota Beijing merambat menjadi serangan Jepang terhadap kubi-kubu pertahanan tentara China. Dilanjutkan dengan peristiwa penculikan Chiang Kai Shek di Xi An, sehingga memunculkan persatuan pemerintah Nasionalis dengan PKC dalam Front Persatuan Nasional untuk menghadapi agresi militer Jepang.
Pada Agustus 1937 jepang memperluas peperangan dengan menciptkan bentrokan bersenjata di Shang Hai yang dijadikan sebagai alas an untuk mengerahkan angakatan lautnya untuk menyelamatkan kepentingan jepang di Shang Hai. Dalam waktu 3 minggu Shang hai berhasil diduduki dan menyambut sengketanya dengan china dengan sebutan “peristiwa China”.
Pada 13 Desember 1937, Nanking, ibukota China jatuh ke tangan jepang, menandai kekalahan yang pahit bagi China. Selama delapan tahun Jepang menduduki Nanking dan membentuk sebuah pemrintah boneka yang terdiri dari kolaborator-kolaborator China, antara lain Wang Qing Wei yang kemudian diangkat sebagai ibu kotanya. Negra boneka Manchuria merupakan Negara pertama yang memberikan pengakuan kedaulatan terhadap Republik China di bawah pimpinan Wang Qing Wei.
Untuk menghadapi Jepang , PKC dan KMT berkolaborasi membentuk Front persatuan. Namun dalam Front tersebut Mao menolak di bawah pengaruh KMT dan menentang instruksi dari kemintern. Selama aliansi pada tahun 1937 sampai 1945 Mao tetap mengontrol Tentara Merah dan daerah-daerah yang sudah di bebaskan. Penduduk yang di bawah komando Tentara Merah meningkat dari 2 juta menjadi 95 Juta, begitu juga dengan pasukan merah jumlahnya meningkat dari 30.000 menjadi hamper satu juta jiwa. Saat awal aliansi dengan KMT, PKC memanfaatkan kesempatan untuk beroperasi di kota-kota dan banyak aktifis PKC yang mendekam dalam penjara dibebaskan.

Revolusi ketiga 1949.
 Setelah perang China-jepang berahir pda tahun 1945 dengan kekalahan Jepang dalam perang dunia II, pertikaian antara PKC dan Kuomintang kembali memanas. Setelah kekalahan Jepang, pemerintah Republik China segera menintruksikan kepada segenap  jajarannya untuk mengambil alih kedudukan tentara Jepang di seluruh pelosok wilayah China. Sementara Zhu Te, panglima Angkatan Bersenjata PKC mengeluarkan perintah agar sebagian Tentara Merah memasuki Manchuria dan menuntut pada pemerintah China supaya pelucutan Senjata terhadap bekas tentara pendudukan tentara Jepang di daerah yang dikuasai  Partai Komunis supaya dilakukan Unsur Partai Komunis.
Ketika itu tentara merah menguasai daerah pedusunan yang amat luas sehingga menimbulkan kekhawatiran pihak Pemerintah China. Oleh karena itu Pemerintah China meminta bantuan AS untuk membantu menyellesaikan masalahnya di China. Presiden Truman berusaha menghindarkan perang saudara di China dengan mengutus Jendral George Marrshall untuk bertindak sebagai perantara bagi sengketa antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai KOmunis China. Salah satu yang direncanakan adalah pelaksanaan peleburan tentara kedua belah pihak menjadi satu Tentara Nasional. Namun sepeninggal Marshall pertempuran antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai Komunis Cina (PKC) kembali terjadi dengan skala yang semakin meluas. Upaya perdamaian kembali dilakukan oleh Marshall tetapi gagal.
Meski awalnya banyak mengalami kekalahan tetapi Tentara Merah semakin dapat memperluas pengaruhnya di daerah pedesaan, melalui politik land reformdari PKC. Tanah-tanah milik tuan tanah diambil dan menghadiahkan tanah-tanah garapan tersebut kepada kaum tani penggarap. Tentara merah menguasai wilayah China Utara segera mengerahkan sasarannya ke sebelah selatan sungai Yang Tze. Selanjutnya mereka merebut  Nanking, ibukota Pemerintah Nasionalis China. Akibatnya pemerintah Nasionalis China terpaksa harus memindahkan ibukotanya ke Kanton. Selanjutnya Hangou, Shanghai dan Qingdao secara berturut-turut jatuh kr tangan komunis.
Setelah separo wilayah China berada di tangan kaum komunis maka Mao Tse-tung mulai mempersiapkan pembentukan suatau Negara China sebagaimana dicita-citakan oleh partai Komunis. Langkah awal adalah denagn membentuk Panitia Peersiapan Majelis Permusyawaratan Politik. Panitia ini berhasil memilih 22 orang untuk menjabat sebagai Dewan Harian dengan Mao Tse-Tung sebagai ketua dan Chou Enlai sebagai wakilnya.
Denagn strategi “Desa mengepung kota”, PKC berhasil menyingkirkan Kuomintang dan pada tanggal 1 Oktober 1949 memproklamasikan berdirinya Republk Rakyat China (RRC) yang beribukota di Beijing. Bendera Nasional RRC berwarna merah yang melambangkan revolusi dengan empat bintang kecil-kecil berwarna kuning di bagian pojok atas yang masing-masing melambangkan klas buruh, klas tani, klas borjuis kecil, kelas borjuis nasional, dan sebuah bintang besar berwarna kuning yang dilingkari oleh empat bintang kecil tersebut di atas, yang melambangkan kepemimpinan Partai Komunis. Pemimpin tertinggi tentara RRC berada di tangan Zhu De, sedangkan jabatan Perdana Mentri merangkap Mentri Luar Negri dipegang oleh Chou Enlai.
Pada tanggal 14 Oktober Kanton berhasil dikuasai oleh Tentara Merah, sehingga pemerintah Nasiioanalis terpaksa pindah ke Chongqing. Namun pada tanggal 28 November 1949 Chongqing juga jatuh ke tangan Tentara Merah. Selanjutnya Propinsi Yunnan dan Hainan berhasil dikuasai oleh Komunis, sehingga pemerintah nasionalis tidak mempunyai lagi wilayah di China daratan. Pemerintahan Chiang Kasi Shek melarikan diri ke Taipe yang terletak di Pulau Formosa (Taiwan). Pada tanggal 1 maret 1950, China memangku kembali jabatannya sebagai presiden Rebublik China
Setelah pernyataan berdirinya Republik Rakyat China, Uni Soviet segera memberikan pengakuan kedaulatannya atas RRC dan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan pemerintahan Nasionalis China. Negara-negara satelit Uni Soviet ikut menyatakan pengakuan kedaulatan bagi RRC. India merupakan Negara pertama di luar blok Soviet yang mengakui kedaulatan RRC. Tepatnya pada tanggal 30n Desember 1949. Pada tanggal 6 January 1950 Inggris menyatakan pengakuan kedaulatan terhadap RRC sehingga Inggris merupakan Negara demokratis Barat pertama yang mengadakan hubungan dengan pemerintahan komunis China.




KEBIJAKAN PEMERINTAH CHINA DALAM HAL EKONOMI, POLTIK, DAN KEHIDUPAN SOSIAL



Kebijakan Ekonomi
Masa pembangunan kembali.
Pada masa-masa awal menjabat tahun 1949 PKC sangat penuh kepercayaan diri mampu membawa China kepada China yang baru. Hal itu dikarenakan partai sangat disiplin dan berpengalaman berjuang bersama rakyat. Akan tetapi banyak kesulitan yang tidak dikira sebelumnya, yang membuat system baru berjalan dengan lambat. Kesulitan-kesulitan itu diantaranya:
Perang China-Jepang dan perang saudara yang mengakibatkan ekonomi rusak dan terjadi inflasi, oleh karena itu selama beberapa tahun Partai Komunis China lebih memusatkan perhatiannya pada perbaikan pabrik-pabrik, perbaikan fasilitas-fasilitas umum, perbaikan di bidang transportasi, mengendalikan inflasi, dan mengendalikan pengeluaran pemerintah. Hasilnya pada ahir tahun 1952 Cina sudah mampu mengembalikan ekonomi mereka sama seperti dahulu sebelum terjadinya peperangan.
Masalah penting yang kedua adalah bahwa PKC belum siap dalam mengambil alih kekuasaan atas seluruh system politik tahun 1949. Memang kaum kounis punya banyak pengaman yang luas dalam pemerintahan pedesaan, tetapi kebanyakan pengalaman itu hanya mengenal kondisi- kondisi semasa perang, mereka tidak cukup terlatih untuk menangani tugas yang bermacam-macam dan rumit dalam masa pembangunan kembali seluruh Negara.
Dalam keadaan seperti ini memaksa para pemimpin baru menerima penyelesaian yang bersifat sementara, seperti berlakunya peraturan-peraturan yang lama, dan banyak memanfaatkan para pejabat-pejabat yang lama. Akibatnya adalah PKC terpaksa menunda dibentuknya struktur yang baru.
Dalam keadaan seperti ini memaksa para pemimpin baru menerima penyelesaian yang bersifat sementara, seperti berlakunya peraturan-peraturan yang lama, dan banyak memanfaatkan para pejabat-pejabat yang lama. Akibatnya adalah PKC terpaksa menunda dibentuknya struktur yang baru.

Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, 1953-1957
Sejak Republik Rakyat Cina berdiri telah banyak meniru model Uni Soviet. Pemerintah Mao mencanangkan program rencana pembangunan lima tahun I (repelita) tahun 1953-1957 dan dalam periode ini juga terdapat kecenderungan mengurangi tindakan kekerasan dalam kehidupan politik. Pada tahun 1953 industrialisasi dan repelita pada dasarnya merupakan rencana untuk pengembangan industry berat. Pada saat yang sama partai komunis juga mengumumkan awal transisi China untuk sosialisme.
Selain pertimbangan ideologis, Uni Soviet dijadikan model karena keberhasilan Uni Soviet setelah Perang Dunia II dalam menjalankan strategi pembangunan yang menekankan pembangunan industri berat. Uni Soviet juga merupakan satu-satunya negara yang memberikan pinjaman modal kepada China. Bantuan ekonomi dan teknisi Soviet mulai mengalir ke China dengan penandatanganan perjanjian pershabatan, aliansi dan mutual Sino-Soviet pada bulan Februari 1950. Uni soviet membantu 156 proyek. Bantuan yang diberikan meliputi modal, bidang teknis dan desain, nasehat mengenai konstruksi, dan bantuan mesin.  
Untuk mengendalikan sumber-sumber daya ekonomi yang diperlukan bagi investasi industri secara besar-besaran, para pemimpin dengan cepat menciptakan program ekonomi terencana dan terpusat, termasuk pertanian. Pada akhir tahun 1956 semua pemilikan pertanian dimasukkan dalam sistem kolektif, dan sosialisasi ekonomi telah dirampungkan. Hasil-hasil ekonomi dari usaha-usaha repelita I begitu mengesankan, perkiraan yang ada menempatkan China dalam ranking internasional yang tinggi dalam hal pertumbuhan ekonomi selama periode ini.
Akan tetapi ketika penekanan partai mulai berpindah ke masalah pertumbuhan ekonomi dan kemajuan materil, mulai muncul kembali ketegangan-ketegangan politik dibarengi dengan perdebatan-perdebatan intra-partai mengenai strategi pembangunan Cina.
Masalah pokok yang diperdebatkan adalah perimbangan yang wajar antara perindustrian dengan pertanian dan bagaimana cara mencapainya. Para elite PKC sepakat bahwa industrialisasi harus dijalankan, tetapi mereka juga mengakui bahwa pertanian dan industry ringan sangatlah lemah apabila dibandingkan dengan industry berat.

Nasionalisasi Perusahaan
Pada bulan Juli 1955 Mao memerintahkan dipercepatnya pembukaan lahan-lahan pertanian kolektif dan bulan November mengumumkan bahwa semua industri dan perdagangan yang selama ini ditangani swasta harus dinasionalisasi. Teorinya: negara adalah pemilik perusahaan yang bekerja sama dengan mantan pemilik perusahaan terkait yang selama 20 tahun ke depan hanya boleh memiliki 5% dari nilai perusahaan mereka. Para bekas pemilik perusahaan tetap bekerja sebagai manager dan digaji cukup tinggi, tetapi di atas mereka ada seorang pejabat partai.
Di setiap perusahaan dibentuk sebuah kelompok yang terdiri atas anggota-anggota tim kerja, wakil-wakil pekerja dan wakil-wakil manajemen. Mereka bertugas menilai aset perusahaan terkait agar negara bisa membelinya dengan harga pantas. Tim tersebut sering mengusulkan harga yang sangat rendah untuk meyenangkan negara.

Komune Rakyat
Pada tahun 1958 diumumkan berdirinya Komune Rakyat (renmin gongshe), yaitu wadah kolektivitas produksi pertanian dengan skala besar. Seluruh China dikelompokkan menjadi unit-unit baru, masing-masing terdiri atas 2000 – 20.000 rumah tangga. Dengan sistem ini rakyat menjadi lebih mudah dikendalikan karena petani harus hidup dalam suatu sistem yang diorganisir dan tidak dibiarkan berinisiatif sendiri.
Komune rakyat menjalankan beberapa fungsi penting (I. Wibowo, 2000: 139). Pertama, komune menyelenggarakan administrasi di tingkat pedesaan, meliputi administrasi kelahiran, kematian, perkawinan. Kedua, komune juga merupakan unit produksi. Negara memobilisasikan petani untuk menghasilkan bahan makanan untuk penduduk kota dan bahan baku untuk industry di kota. Negara memaksa petani untuk menyerahkan tanah, alat-alat pertanian, dan hewan kepada komune. Petani diberi petunjuk tentang cara-cara mengolah tanah dan diperintahkan untuk menanam lebih rapat dalam kampanye susul menyusul. Ketiga, komune merupakan unit yang menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan. Banyaknya fungsi yang dijalankan, komune merupakan sebuah organisasi besar dan kompleks yang mengatur hampir semua segi kehidupan warga komune. Komune menjadi pemerintah lokal yang multifungsi.
Petani yang menjadi anggota komune memperoleh jaminan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan. Di dalam komune terdapat istilah “lima garansi” (wu baohu). Lima garansi merupakan sokongan dari komune untuk orang-orang tua yang tidak mempunyai anak yang dapat menyokong hidup mereka. Kelima sokongan itu meliputi: makanan, pakaian, pengobatan, rumah, dan biaya penguburan.Rezim komunis juga melarang orang makan di rumah. Setiap petani harus makan di kantin komune.
Warga komune harus tetap tinggal di komune masing-masing artinya setiap orang harus mendaftarkan tempat tinggalnya. Untuk kepentingan ini maka dikeluarkan system „kartu tanda identitas‟ atau hukou. Hanya mereka yang terdaftar sebagai penduduk mendapat jatah makanan. Mereka berada di bawah pengawasan kader-kader yang dikoordinir oleh Komite Partai dan partai cabang. Tujuannya agar petani menghasilkan surplus pertanian untuk mendukung industrialisasi. Pada masa lompatan jauh ke depan petani kehilangan hak atas sawahnya. Sawah dikerjakan bersama menurut rencana yang ditetapkan dari pusat. Petani bekerja tetapi tidak mempunyai kontrol atas hasil kerjanya. Komunelah yang menetapkan besarnya konsumsi mereka dan surplus hasil pertanian dikirimkan ke kota.
Mao menjejalkan aneka slogan. Para petani harus “menggali lebih dalam” untuk meningkatkan hasil. Ladang-ladang harus bebas dari “empat makhluk jahat” yaitu burung, tikus, serangga, dan lalat. Maka sepanjang tahun 1958-1960 jutaan serangga, tikus, lalat, dan burung dibantai. Upaya tersebut ternyata mengalami kegagalan. Para petani yang menggali lebih dalam belum sempat memetik hasil ketika mereka jatuh kelelahan. Punahnya burung berdampak pada terganggunya keseimbangan alam sehingga belakngan burung dikeluarkan dari daftar “empat makhluk jahat”. Para pejabat sadar bahwa ambisi Mao terlalu utopis. Tetapi karena takut mereka menberi laporan Asal Bapak Senang. Angka produksi digelembungkan, data dan foto hasil panen direkayasa sementara kenyataannya para petani menderita. Sepanjang tahun 1958-1961 tidak kurang dari 30 juta orang petani meninggal karena kelaparan.


Gerakan Lompatan Besar ke Depan (Great leap Forward)
Mao ingin mewujudkan China menjadi kekuatan modern kelas satu di mata dunia. Metode dan strategi pembangunan diubah, tahap-tahap pembangunan China tetap Mao mencanangkan kampanye ini pada bulan Mei 1958, tujuannya membangkitkan ekonomi Tiongkok melalui industrialisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan jumlah tenaga kerja murah. Kepada rakyat disampaikan bahwa sasaran dari kampanye Lompatan Besar ke depan adalah mengungguli semua negara kapitalis dalam waktu singkat dan menjadi salah satu negara paling kaya, paling maju, dan paling berkuasa di seluruh dunia. Program industrialisasi tersebut akan dicapai dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun. Mao menyebut baja sebagai pilar industri dan memerintahkan untuk meningkatkan produksi baja dua kali lipat dalam waktu satu tahun, dari 5,35 juta ton pada tahun 1957 menjadi 10,7 juta ton pada tahun 1958. Mao merahasiakan sisi militer dari program tersebut,
Slogan Lompatan Besar ke Depan adalah „berjalan di atas 2 kaki‟ dan „kemandirian pembangunan bersama industry dan pertanian‟ mencerminkan penerapan teknologi ganda: teknologi modern dan tradisional. Untuk mengembangkan industri baja tersebut Mao tidak mempekerjakan tenaga ahli, tetapi Mao memutuskan untuk menggerakkan seluruh rakyat untuk berpartisipasi dalam gerakan lompatan jauh ke depan. Para ahli yang mencoba berbicara dengan akal sehat dihukum mati. Dalam program ini Mao mengesampingkan rasionalitas. Pabrik baja dan industri terkait seperti tambang batu bara diperintahkan bekerja habis-habisan untuk untuk memperbesar produksi. Pabrik-pabrik tersebut tidak mampu mencapai target seperti yang ditetapkan Mao, sehingga Mao memerintahkan untuk membangun tanur rakyat. Rakyat dipaksa untuk menyerahkan semua benda logam yang mereka miliki, seperti alat-alat pertanian, alat masak-memasak, pegangan pintu, tempat tidur besi, dan sebagainya, untuk dicairkan dan dilelehkan. Gunung-gunung digunduli, pohon-pohon ditebang untuk dijadikan kayu bakar. Bagi setiap unit diberikan kuota produksi baja, akibatnya masyarakat banyak menghentikan kegiatan rutin mereka selama berbulan-bulan hanya untuk memenuhi kuota.
Kegiatan pertanian dilaksanakan bersama-sama secara serentak, pertanian perorangan dilarang, penduduk ditempatkan dalam kelompok-kelompok besar beranggotakan ribuan orang dan dipaksa bertani dengan disiplin militer. Pada tahun 1958 diadakan perlombaan antar kelompok pertanian di seluruh China, yang berpenghasilan terbesar dianggap sebagai komunis teladan. Akibatnya setiap kelompok bersumpah untuk menhasilkan panen melebihi hasil ketetapan, dan pada panen berikutnya mereka mengumumkan penghasilan yang lebih. Padahal angka ini sebenarnya angka-angka palsu. Akibat perhitungan palsu tersebut maka Partai Komunis beranggapan bahwa persediaan gandum dan beras telah melebihi batas, sehingga ke depan China harus mengedepankan mata pencaharian lainnya. Puluhan juta petani dikerahkan untuk pembangunan prasarana, jam kerja pabrik dilipatgandakan, bahkan mesin tidak boleh dimatikan meski hanya untuk perawatan.
Petani harus bekerja lebih keras dan jauh lebih lama dari sebelumnya. Mao mengerahkan tenaga dalam jumlah yang sangat besar untuk membangun jaringan irigasi yang meliputi bendungan, waduk, dan kanal. Dalam waktu empat tahun sejak 1958 diperkirakan hampir seratus juta petani diperintahkan meninggalkan pekerjaan di tanah pertanian untuk bekerja dalam proyek-proyek itu. Proyek-proyek besar tersebut dikerjakan dengan peralatan yang seadanya, sehingga dalam pembangunannya banyak proyek yang berhenti di tengah jalan. Pembangunan tersebut juga memakan korban besar di desa-desa. Lompatan jauh ke depan mengakibatkan salah satu bencana ekonomi yang direncanakan yang terbesar pada abad ke-20.
Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan gerakan ini adalah:
1.      tenaga kerja produktif di bidang agraris ditransfer seluruhnya ke bidang industri menyebabkan kurangnya tenaga petani yang menanam tanaman untuk stok bahan pangan.
2.      Angka-angka statistik yang dilambungkan dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Faktor ini menyebabkan petinggi Beijing mengira bahwa program ini sangat sukses yang selanjutnya menuai bencana yang lebih besar, berupa bencana kelaparan yang terbesar sepanjang sejarah. Empat puluh juta jiwa mati dalam waktu dua tahun.
3.      Rakyat yang dipekerjakan masih terlalu awam sehingga baja yang dihasilkan berkualitas rendah.
4.      Penggunaan bahan bakar untuk memacu industri begitu besar jumlahnya sehingga mengakibatkan kekurangan bagi bidang lainnya.

Gerakan Lompatan Besar ke Depan memicu perpecahan serius di jajaran pimpinan sejak komunis mengambil alih kekuasaan satu dekade sebelumnya. Mao menyerahkan jabatannya sebagai kepala Negara kepada Liu Shaoqi. Pada bulan Juni 1959 dilangsungkan Konferensi khusus di Lushan. Menteri Pertahanan Peng De Huai mengkritik apa yang terjadi dalam Lompatan Besar ke Depan dan merekomendasikan pendekatan realistis dalam bidang ekonomi. Peng kemudian dianggap sebagai orang kanan yang oportunis, Mao menyebutnya sebagai kaki tangan kapitalis. Peng dipecat sebagai Menteri Pertahanan, dihukum tahanan rumah dan dikirim ke Sichuan untuk dipensiun dini sebagai pejabat rendah.
Setelah itu Lompatan Besar ke Depan terus berlanjut dengan ekses-ekses yang semakin gila. Tujuan-tujuan ekonomi yang tidak mungkin dicapai diperintahkan dari atas. Semakin banyak petani dimobilisasi untuk membuat baja. Semakin banyak perintah yang tidak jelas menyebabkan kekacauan di pedesaan.
Tahun 1960-an bencana kelaparan meluas ke seluruh China. Banyak orang terserang busung lapar, kebanyakan adalah kaum petani. Di pedesaan bencana kelaparan lebih parah karena mereka tidak mendapat ransum bahan makanan. Kebijakan pemerintah adalah mendahulukan orang kota. Para pemimpin komune menyita beras dari para petani. Di banyak daerah petani yang berani menyembunyikan bahan pangan ditangkap, dipukuli dan disiksa. Akibatnya di seluruh Cina berjuta-juta petani yang seharusnya menjadi tulang punggung produksi bahan makanan mati kelaparan. Pemerintah Beijing mengumumkan program ini menyebabkan kematian tidak wajar sekitar 21 juta orang lebih. Lembaga-lembaga non pemerintah lainnya juga mengeluarkan statistik yang tidak jauh berbeda, sekitar 20 juta orang lebih meninggal karena kelaparan.
Di awal tahun 1961, kematian puluhan juta rakyat akhirnya memaksa Mao menghentikan kebijakan-kebijakan ekonominya. Mao melepaskan jabatannya sebagai presiden RRC dan memberikan kekuasaan lebih besar atas China pada Presiden Liu yang pragmatis dan Deng Xiaoping, sekjen partai.


Kebijakan Politik
Kampanye Seratus bunga Berkembang dan Kampanye Anti Kanan
Pada tahun 1956 Mao mengumumkan kebijakan Seratus Bunga Berkembang, yang diambil dari ungkapan “biarkan seratus bunga mekar dan seratus aliran bersaing suara” yang secara teori berarti kebebasan yang lebih besar dalam bidang seni, sastra, dan riset ilmiah. Partai ingin mendata dukungan dari rakyat Cina yang terpelajar yang dibutuhkan oleh negara dan mengajak para intelektual untuk mengemukakan pendapatnya terhadap perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di China pada saat itu. Sebenarnya kebijakan ini muncul karena kekhawatiran Mao dengan situasi yang terjadi di Hongaria. Pada tahun 1956 sekelompok intelektual Hongaria membentuk Lingkaran Petofi (Petofi Circle) yang memberikan kritik kepada pemerintahan Hongaria. Mereka juga aktif berpartisipasi di berbagai forum dan perdebatan. Kelompok ini mencetuskan gerakan revolusi nasional Hongaria, tetapi akhirnya berhasil ditumpas oleh tentara Soviet (Roy Medvedev, 1986:76).
Di bawah kebijakan seratus bunga selama kira-kira satu tahun seluruh negeri menikmati keadaan yang relatif tenang. Pada tahun 1957 partai yang paling tinggi. Mao Tse Tung mendorong para penulis untuk berbicara mengenai masalah-masalah dalam masyarakat baru. Pada awalnya terdapat keengganan, namun kemudian banyak bermunculan dalam artikel surat kabar, film, dan karya sastra mengenai masalah birokratisme dan otoriterisme dalam partai. Tetapi pada saat yang hampir bersamaan Mao juga menyampaikan hal lain, yaitu „memancing ular keluar dari sarangnya‟ untuk mengetahui siapa saja orang-orang yang berani menentang rejimnya. Mao melihat bahwa sebagian besar orang Cina yang terpelajar mendukung liberalisasi dan pemerintahan yang moderat.
Kebijakan meminta kritik sebenarnya hanya merupakan perangkap untuk memastikan bahwa ia berhasil membuka kedok orang-orang yang dicurigai akan menjadi pemberontak. Mao menyadari bahwa muncul banyak ketidakpuasan dari kaum intelektual. Setelah berbagai kritik masuk ke pemerintah Mao segera mengeluarkan kebijakan baru, yaitu kebijakan anti kanan.
Pada awal Juni 1957 pidato Mao mengenai memancing ular keluar dari sarangnya disampaikan ke tingkat bawah. Mao menyatakan bahwa orang-orang kanan telah mengamuk dan menyerang partai komunis dan sistem sosialis Cina. Dalam pemikiran Mao, orang kanan terdiri atas 1-10% orang-orang terpelajar dan mereka harus dilenyapkan. Untuk menyederhanakan pelaksanaannya ditentukan angka 5% sebagai kuota untuk jumlah orang kanan yang harus ditangkap (Jung Chang, 2005: ).
Dicap kanan berarti dikucilkan dari dunia politik dan kehilangan pekerjaan. Anak-anak dan keluarga dari „orang kanan‟ akan mengalami diskriminasi dan akan kehilangan masa depan mereka. Komite kawasan tempat tinggal akan memata-matai seluruh anggota keluarga orang kanan untuk mengetahui siapa saja yang mengunjungi mereka. Bila „orang kanan‟ dikirim ke pedesaan untuk menjalani hukuman, maka para petani akan memberikan pekerjaan yang paling berat.
Kampanye anti kanan tidak mempengaruhi rakyat secara keseluruhan. Para petani dan buruh tetap hidup seperti biasa. Semua intelektual yang mengkritik partai dituduh beraliran kanan. Tuduhan ini sama artinya dengan kontra revolusi yang mengakibatkan bahwa para tertuduh pantas untuk mendapatkan hukuman berat. Setelah satu tahun dilaksanakan dan kampanye anti kanan berakhir, diperkirakan sedikitnya 550.000 orang dicap sebagai kaum anti kanan, yaitu mahasiswa, guru, penulis, artis, ilmuwan, dan para profesional lainnya. Banyak di antara mereka yang dipecat sehingga kehilangan jabatan di pemerintahan dan dijadikan buruh kasar di pabrik-pabrik atau daerah pertanian, maupun dikirimkan ke kamp-kamp kerja paksa. Mereka dan keluarga mereka kemudian hidup sebagai warga negara kelas dua. Di antara mereka yang dibuang, banyak yang melakukan bunuh dir atau tewas dalam perjalanan. Kampanye ini telah merusak moral dan kepercayaan diri serta karier para intelektual, namun juga merusak keluarga mereka.



Revolusi Kebudayaan (Cultural Revolution)
Revolusi Kebudayaan Proletar merupakan periode paling penting dalam politik China setelah tahun 1949. Revolusi ini merupakan kampanye yang paling besar. Kehidupan di kota-kota besar berhenti, produksi juga berhenti. Banyak bangunan dan gedung yang rusak, termasuk kelenteng, gereja dan masjid. Jumlah korban manusia diperkirakan sebesar 729.511 jiwa. Pada tahun 1978 ketika Deng Xiaoping mengumumkan kebijakan merehabilitasi korban Revolusi Kebudayaan, tercatat sedikitnya 300.000 orang yang menjadi korban tuduhan palsu. Deng Xiaoping sendiri yakin bahwa ada 2,9 juta orang mengalami berbagai macam penganiayaan selama kampanye tersebut (James Wang, 1985:30).
Revolusi kebudayaan merupakan gerakan politik nasional yang diorganisir dan dipimpin oleh sekelompok elite politik di bawah pimpinan Mao Tse-tung. Revolusi tersebut berusaha menguji semua pejabat, khususnya para pejabat tinggi, memperbarui dan membersihkan mereka yang tidak mengikuti petunjuk-petunjuk Mao. Dalam pandangan Mao banyak pemimpin menjadi borjuis dan korup. Jadi revolusi kebudayaan dipandang sebagai kampanye pembetulan dan sebagai kampanye massa untuk perjuangan kelas dalam menyelesaikan kontradiksi antara kaum proletar dan borjuis. Artinya kebudayaan disini tidak hanya berarti kesenian, melainkan seluruh aspek dan lembaga kemasyarakatan.
Setelah mundurnya Mao dari kursi kepresidenan China setelah kegagalannya dalam program lompatan besar ke depan, Mao masih tetap merupakan pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan oleh rakyat. Namun yang menjalankan pemerintahan adalah dari kaum pragmatis di bawah Liu Shaoqi. Revolusi Kebudayaan dilancarkan pada tahun 1966 oleh Mao Tse-tung sebagai puncak perseteruannya dengan pejabat presiden Liu Shaoqi dan kliknya yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme dan kapitalisme. Liu Shao Qi dan Deng Xiao Ping melihat bahwa kegagalan Lompatan Jauh ke Depan menunjukkan bahwa sosialisme orthodox yang dipegang Mao tidak lagi bisa dipertahankan, oleh karena itu perlu adanya revisionisme seperti yang dilakukan Uni Soviet. Gagasan ini sangat ditentang oleh Mao karena bertentangan dengan ide Mao dan tentu akan berpengaruh pada legitimasi Mao. Revolusi Kebudayaan merupakan gerakan anti kapitalisme. Selaku presiden RRC Liu Shao Qi memiliki gagasan untuk melunakkan penindasan pemerintahan terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat. Melalui program Tiga Milik Pribadi dan Satu Garansi (sanzi yibao), Liu mengijinkan rakyat untuk mengerjakan tanah miliknya sendiri serta memiliki usaha kecil untuk dijual ke pasar bebas. Hal ini membuat Mao khawatir akan membangkitkan kapitalisme di China.
Di bidang seni dan sastra juga terdapat kelonggaran dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada saat itu tema-tema sejarah banyak digunakan untuk mengemukakan sindiran-sindiran terhadap pemerintah dan Mao. Contohnya adalah drama tentang Mandarin Ming, yaitu tentang seorang pejabat pemerintahan yang hidup pada Dinasti Ming (1368-1644). Drama tersebut menceritakan mengenai keadilan dan keberanian Hai Rui dengan mempertaruhkan nyawa dan memprotes Kaisar demi memperjuangkan nasib rakyat yang menderita. Akibatnya Hai Rui kemudian dipecat dari jabatannya dan dibuang. Drama Hai Rui ini dianggap merepresentasikan Marsekal Peng Dehuai yang karena menyampaikan kritik terhadap Mao mengenai program Lompatan Besar Ke Depan sehingga dipecat dan dihukum buang oleh Mao.
Gerakan Revolusi Kebudayaan itu secara langsung mengenai isi seni, literatur, dan drama dengan menekankan bahwa ekspresi kebudayaan harus menghormati nilai-nilai kebangsaan dan proletar dalam masyarakat sosialis, menentang musush-musuh kelas dan asing, dan menolak nilai-nilai tradisional China. Tujuan revolusi kebudayaan tersebut adalah untuk memelihara ideologi komunisme, budaya, dan adat kebiasaan proletariat. Komunisme merupakan satu-satunya kekuatan yang meliputi keseluruhan, mengontrol penuh atas seluruh wilayah, tidak hanya tubuh tetapi juga pikiran. Revolusi kebudayaan memaksa pemujaan sepenuhnya terhadap partai komunis dan Mao Zedong. Oleh karena itu unsur-unsur revisionis harus dihilangkan dan dibersihkan dalam PKC. Tradisi dan budaya harus dihilangkan, seperti ajaran Konfusianisme dan adat lama lainnya.
Langkah organisasional Mao selama masa revolusi ini adalah dengan membentuk rantai komando pribadi yang beroperasi di luar mesin partai, meskipun secara resmi menyatakan berada di bawah politbiro dan komite pusat. PKC tidak dapat dijadikan sumber legitimasi karena terdapat kubu Liu Shao Qi dan Deng Xiao Ping. Mao memobilisasi militer, kaum intelektual radikal dan para pelajar. Mao juga menguasai media khususnya Koran paling berpengaruh “harian rakyat”. Pada bulan Juni membuat serangkaian editorial yang menganjurkan rakyat untuk menegakkan kekuasaan mutlak ketua Mao, menyapu bersih semua setan, sapi, iblis, ular (musuh kelas) dan mendesak rakyat agar mengikuti Mao dan bergabung dalam Revolusi Kebudayaan yang sangat luas dan belum pernah ada sebelumnya.
James R Townsend (1997:186) membagi Revolusi Kebudayaan dalam empat tahap. Mobilisasi tahap pertama dalam Revolusi Kebudayaan berlangsung dari tahun 1965 sampai bulan Juni 1966. Dalam periode ini kepemimpinan pusat saling bertikai dalam masalah bagaimana menanggapi tuntutan Mao akibat berkembangnya pengaruh kaum revisionis. Kritik terbuka dilancarkan terhadap sejumlah kecil intelektual dan propagandis partai yang telah menyebarkan tulisan-tulisan anti Maois dalam tahun 1961 – 1962. Selama bulan Juni dan Juli 1966, Revolusi Kebudayaan meluas menjadi
Tahap kedua adalah serangan terbuka yang dilancarkan oleh kelompok Pengawal Merah yang berlangsung dari bulan Agustus sampai bulan November 1966. Revolusi Kebudayaan dikawal oleh Pengawal Merah yang didirikan oleh mahasiswa dan pelajar pada tahun 1966. Pengawal Merah menjadi ujung tombak Revolusi Kebudayaan dan didukung oleh Tentara Pembebasan Rakyat. Dengan dukungan kekuasaan resmi tersebut dan ditutupnya kegiatan sekolah-sekolah, organisasi-organisasi Pengawal Merah berkembang biak, membawa berjuta-juta pemuda turun ke jalan berdemonstrasi mendukung ketua Mao Tse-tung, mengutuk dan meneror mereka yang digolongkan sebagai lawan-lawannya, dan menghancurkan berbagai lambang kebudayaan „borjuis‟ atau reaksioner. Akan tetapi walaupun aksi-aksi mereka mengarah kepada ketaatan yang hampir fanatik terhadap Mao, mereka tidak dapat menyingkirkan lawan-lawan Mao dari kekuasaan.
Puncak Revolusi Kebudayaan terjadi pada tahun 1967. Antara tahun 1966-1967 negara mengalami keadaan kacau balau oleh tindakan Pengawal Merah yang secara bebas menyerang apapun juga. Targetnya adalah pejabat-pejabat rendah dan menengah serta kader-kader partai. Mereka mengecam siapapun yang berada dalam posisi pimpinan. Kecaman-kecaman sering berubah menjadi sanksi atau hukuman. Korban berjatuhan karena hukuman maupun bunh diri. Misalnya dosen atau petingi universitas dialihtugaskan ke peternakan babi, dokter ahli dimutasi menjadi petugas kebersihan WC, atau birokrat dikirim ke pedalaman agar menghayati keadaan rakyat. Dalam pelaksanaannya Pengawal Merah membuat kekacauan di masyarakat dan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dibubarkan oleh Mao Tse-tung.
Tahap ketiga berlangsungnya Revolusi Kebudayaan adalah perebutan kekuasaan yang berlangsung dari bulan Desember 1966 sampai bulan September 1968. Gerakan tersebut meluas sampai ke daerah pedalaman, perusahaan-perusahaan, dan pemerintahan serta partai. Kelompok „pemberontak revolusioner‟ baru umumnya berasal dari masyarakat pekerja, dan dengan demikian merupakan organisasi-organisasi massa yang lebih luas daripada para pengawal Merah yang terdiri dari kaum mahasiswa dan pelajar.
Gagasan tentang „perebutan kekuasaan‟ dari bawah merupakan serangan langsung terhadap wewenang dan organisasi partai lokal. Golongan Maois di Peking menganggap pergolakan di daerah-daerah ini sebagai suatu keharusan dan memang dikehendaki, tetapi mereka dengan cepat membatasi gerakan ini.
Pada bulan Januari 1967 dikeluarkan instruksi bahwa TPR harus turut campur tangan dengan memberi bantuan sepenuhnya pada pihak „kiri‟ dan menguasai fasilitas-fasilitas komunikasi yang penting, transportasi, dan lain-lainnya. Akibatnya China berada di bawah undang-undang keadaan perang, di mana TPR menjadi penguasa administratif de facto dan sebagai penengah dalam sengketa-sengketa antar daerah dan organisasi PKC lokal tidak berfungsi lagi dan bahkan organ-organ partai sentral mengalami kemerosotan.
Pada bulan September 1968, para komandan tentara dan para bekas kader menduduki posisi-posisi penting dalam komite-komite baru, organisasi-organisasi massa dipecah belah dan ditindas, dan para mahasiswa diperintahkan untuk kembali ke bangku sekolah atau bekerja di daerah-daerah pedalaman. Akan tetapi organisasi partai masih terpecah belah dan komite-komite revolusi tingkat propinsi telah terlanjur memperkuat wewenang kekuasaan mereka atas daerah bawahannya.
Tahap keempat atau terakhir adalah tahap konsolidasi, kepemimpinan China menyatakan kemenangan nominal dari Revolusi Kebudayaan, tetapi mengakui pula bahwa pembangunan kembali partai dan ekonomi serta struktur politik yang stabil masih harus dicapai.
Revolusi kebudayaan tidak memberi kemenangan yang mutlak kepada golongan Maois. Kepemimpinan yang muncul pada akhir kampanye masih merupakan suatu koalisi campuran dari kepentingan-kepentingan yang berbeda. Revolusi Kebudayaan mengakibatkan kira-kira separo dari elit politik sebelum tahun 1966 dipecat atau diturunkan jabatannya. Dengan diangkatnya sejumlah besar pimpinan politik baru pada jabatan-jabatan yang lebih tinggi, periode Revolusi Kebudayaan jelas merupakan suatu periode mobilitas besar-besaran. Tokoh-tokoh militer paling banyak mendapat keuntungan berupa kedudukan dalam Komite Sentral dan sebagian besar posisi-posisi penting pada tingkat propinsi.

Agama
Agama merupakan faktor penting dalam setiap sendi kehidupan manusia, karena agama merupakan sebuah petunjuk jalan bagi manusia untuk mendapatkan ketenangan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Demikian halnya di China, agama merupakan sesuatu yang sakral. Ajaran Konfusianisme yang pada mulanya merupakan suatu filsafat moral dalam perkembangannya juga dianggap sebagai ajaran agama, bahkan pada beberapa dinasti yang berkuasa di China, Konfusianisme dijadikan sebagai agama resmi negara.
Selain Konfusianisme, di China juga berkembang agama-agama lain yang masing-masing memperoleh tempatnya sendiri. Ada Taoisme, Budhisme, juga aliran agama Katolik yaitu Nestorianisme yang dibawa oleh pedagang Eropa ke wilayah China untuk disebarluaskan. Nestorianisme berkembang pada masa kekuasaan Kekaisaran mongol pada abad ke-13 – 14 M. Pada masa pemerintahan Dinasti Ming dan Ching agama asing semakin berkembang, ketika orang-orang Eropa banyak berdatangan ke China untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Kristen Katolik dan Protestan. Penyebarluasan agama Kristen Katolik dan Protestan ditempuh antara lain dengan menyelenggarakan lembaga pendidikan bagi orang-orang Eropa yang tinggal di China serta bagi orang-orang China yang tertarik pada agama tersebut.
Sejak komunis berkuasa pada tahun 1949 dan terutama sejak dilangsungkannya Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976, lebih dari separo penduduknya (59%) menjadi atheis atau tidak percaya Tuhan. Sekitar 33% penduduknya percaya pada kepercayaan tradisi atau gabungan Taoisme dan Budhisme. Penganut terbesar agama di negara ini adalah Budha Mahayana yang berjumlah 100 juta orang. Di samping itu Budha Teravada dan Budhisme Tibet juga diamalkan oleh golongan minoritas etnis di perbatasan barat laut Negara ini. Selain itu diperkirakan terdapat 18 juta penduduk Muslim (Islam Suni) dan 14 juta jiwa penganut Kristen yang terdiri dari 4 juta penganut Kristen Katolik dan 10 juta penganut Kristen Protestan.
Mao menganggap bahwa agama termasuk Konfusianisme merupakan semangat budaya yang menentang kemajuan dan mendukung feodalisme dan kapitalisme. Selanjutnya PKC memberikan tekanan terhadap kelompok agama (aliran kepercayaan) dan melarang kelompok-kelompok non pemerintah. Pada tahun 1950 PKC memerintahkan setiap pemerintah daerah untuk melarang semua aliran kepercayaan yang tidak diakui dan organisasi-organisasi yang dianggap illegal. Pemerintah menggerakkan kelompok untuk mengidentifikasi dan menganiaya anggota kelompok religious. Pemerintah di berbagai tingkat secara langsung terlibat membubarkan “kelompok-kelompok tahayul” seperti komunitas Kristen Protestan, Kristen Katolik, Tao, Konfusian,dan Budha. Semua anggota gereja, kuil, dan kelompok religius diwajibkan untuk mendaftarkan diri ke agen-agen pemerintah dan mengaku bersalah atas aktivitas illegal yang mereka lakukan. Pada tahun 1951, pemerintah secara resmi mengumumkan peraturan ancaman yang mengatakan barang siapa yang melanjutkan kegiatan-kegiatan kelompok yang tidak diakui pemerintah akan menghadapi penjara seumur hidup atau hukuman mati.
PKC melakukan pemeriksaan di hampir setiap rumah tangga di seluruh negeri dan menginterogasi anggota keluarga. Bahkan patung Dewa Dapur yang disembah oleh petani tradisional China pun dihancurkan. Berdasarkan data yang kurang lengkap, diperkirakan pada tahun 1950 PKC telah menganiaya termasuk menghukum mati sedikitnya tiga juta penganut kepercayaan dan kelompok-kelompok yang dianggap illegal, saju juta di antaranya adalah orang Kristen.
Pada masa awal pemerintahan Mao, China menanamkan ideologi mengenai pentingnya negara agar dibangun oleh rakyat atau diri sendiri tanpa campur tangan asing. Mao menyatakan bahwa China harus memiliki cara sendiri dalam pembangunan nasionalnya dan tidak mengikuti negara lain.
Pada waktu mulai berkuasa Partai Komunis melakukan pendekatan dua segi terhadap masalah agama Kristen. Di satu sisi memberikan kebebasan kepada orang-orang China yang masuk Kristen, di sisi lain mengusir hampir semua misionaris asing setelah memperlakukan mereka dengan buruk. Dominasi gereja-gereja sedunia oleh orang Eropa semakin diperjelas ketika Vatikan tidak mengakui uskup-uskup bangsa China yang diangkat oleh Partai, sehingga para pengikut gereja merasa tidak direstui Paus karena beribadah di bawah uskup-uskup yang diangkat setempat bukan oleh Vatikan. Partai Komunis China memerintahkan imam-imam yang masih bebas di daratan untuk menyatakan ketidaktergantungan mereka dari Vatikan. Gereja-gereja di China tidak boleh berhubungan dengan gereja-gereja di luar RRC. Hal ini bertujuan untuk membebaskan gereja China dari imperialism kebudayaan dan pengaruh asing.
Hal ini juga mengakibatkan terputusnya hubungan antara China dengan Vatikan. China beralasan bahwa di belakang Vatikan ada kepentingan Barat untuk mempengaruhi China. Vatikan sendiri tidak sepaham dengan Partai Komunis dan akhirnya Vatikan menolak untuk mengakui pemerintahan yang baru di Cina. Perwakilan Vatikan yang ada di China diitutup pada tahun 1951. Mao menolak untuk mengangkat kembali perwakilan Vatikan di China karena tidak ada kesepahaman di antara kedua belah pihak.
Hal ini menyebabkan agama Katolik sebagai institusi keagamaan di China mulai mengalami penindasan. Pemerintahan China menetapkan agar masyarakat China dan semua kegiatannya tidak boleh dicampurtangani atau dipengaruhi oleh pihak asing. Pemerintah meminta agar masyarakat Katolik China tetap setia hanya kepada Negara China dan semua kegiatan keagamaan harus dilaksanakan di tempat-tempat ibadah yang telah mendapat izin dari pemerintah. Pemerintah menganggap bahwa orang Katolik China adalah kaum anti revolusi dan anti komunis yang pro-Barat. Beribadah di tempat ibadah dilarang, dan banyak tempat ibadah secara sepihak ditutup dan diruntuhkan oleh pemerintah. Satu-satunya tempat ibadah yang masih diperbolehkan adalah Katedral Nantang, Beijing dan hanya masyarakat asing atau diplomatic community yang mendapat izin beribadah (Alan Hunter and Kim-Kwong Chan, 1993:238).
Contoh nyata lain dari pengekangan gereja-gereja di China adalah peraturan yang mewajibkan gereja untuk tidak menyelenggarakan pendidikan atau sekolah. Hal ini terkait dengan ideologi komunis itu sendiri yang menyatakan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat, oleh karena itu gereja dilarang untuk mencampuri urusan pendidikan karena di setiap pelajarannya terkandung misi agama.
Selama masa Revolusi Kebudayaan kuil-kuil Budha, Masjid Islam, dan Gereja Kristen hampir tidak berfungsi di berbagai daerah di China. Pada akhir tahun 1970-an beberapa gereja dibuka kembali, utamanya di kota-kota besar yang banyak dikunjungi orang asing seperti Kanton dan Shanghai. Orang China yang beragama Kristen yang datang beribadah semakin meningkat meskipun tidak terlalu signifikan.


Pendidikan
Dalam sejarahnya pendidikan merupakan hal penting yang telah berlangsung lama di China, bahkan banyak dari pemikiran Konfusius tentang pendidikan yang masih sangat relevan dengan keadaan saat ini.
Sejak tahun 1949 kebijakan pendidikan di China yang diambil adalah penggunaan pendidikan sebagai sarana untuk menanamkan kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai baru guna membangun masyarakat sosialis revolusioner. Bentuk dan isi pendidikan tanpa terkecuali terjalin dengan perubahan kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi. Pada bulan Oktober 1951 pemerintah merumuskan “Reformasi Sistem Pendidikan” untuk menyediakan pendidikan formal yang menekankan pada pelatihan teknik dan pembelajaran nilai-nilai sosialis yang baru. Hal ini sejalan dengan kebutuhan orang-orang yang cakap untuk melaksanakan Rencana Lima Tahun Pertama (1953-1957). Kesempatan pendidikan di waktu luang juga disediakan bagi para pekerja dan petani untuk dilatih sebagai pekerja semi terampil (Wang,1976: 242-243).
Tujuan pendidikan pada tahun 1958, sejalan dengan penekanan dalam bidang pertanian, adalah membantu komune meningkatkan produksi pertanian. Kurikulum tambahan pada pendidikan sekolah menengah di pedesaan meliputi studi politik, ideologi, dan aritmatika. Kurikulum sekolah kejuruan paro waktu di pedesaan mengajarkan reparasi mesin dan mengemudikan traktor. Untuk mengatasi masalah urbanisasi pemerintah menerapkan dua perubahan mendasar dalam kebijakan pendidikan, yaitu mengurangi jumlah sekolah kejuruan paro waktu dan semua lulusan sekolah dasar dan menengah yang tidak bekerja di pabrik dan atau melanjutkan ke sekolah tinggi teknik atau universitas diarahkan pergi ke desa dan bekerja di sektor pertanian.
Leo Orleans mengidentifikasikan lima tipe lembaga pendidikan tinggi di China sebelum masa Revolusi Kebudayaan (Wang, 244). Pertama, universitas komprehensif yang setara dengan universitas-universitas di Amerika dengan masa studi 4 tahun. Kedua, lembaga politeknik, misalnya Universitas Qinghua di Beijing. Tipe ketiga sampai kelima berkembang selama dan sesudah Lompatan Jauh, yaitu Perguruan Tinggi Spesialisasi yang terorganisir secara vokasional, perguruan tinggi paro waktu yang dikontrol perusahaan untuk para pekerjanya, dan perguruan tinggi bagi pekerja dan petani yang berkualitas rendah.
Sebelum Revolusi Kebudayaan sistem pendidikan universitas di China meniru system Eropa yang sangat formal dan kaku. Dosen memberikan kuliah di kelas tanpa kesempatan tanya jawab atau interaksi antara dosen dan mahasiswa. Pada masa Gerakan Lompatan Jauh ke Depan sistem pendidikan di China bisa dikatakan tidak berjalan sama sekali. Selama masa itu bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan terbengkelai karena rakyat massa yang dikerahkan secara total dalam kerja kasar termasuk para guru dan sarjana.
Pada awal Revolusi Kebudayaan, antara 1966-1968, selama dua tahun semua sekolah (tingkat dasar hingga perguruan tinggi) ditutup. Ketika dibuka lagi, ditetapkan masa sekolah untuk sekolah dasar dan sekolah menengah yang semula 12 tahun diperpendek menjadi 9 tahun. Dalam system yang baru ini guru dilarang menahan kelas si murid karena tidak lulus ujian. Semua murid/mahasiswa pasti naik kelas/tingkat. Sistem ujian dianggap penindasan oleh mereka yang berkuasa (guru/dosen) terhadap mereka yang lemah (murid). Untuk masuk universitas juga tidak diperlukan ujian saringan. Mahasiswa baru dipilih oleh dirinya sendiri atau oleh massa atau karena adanya rekomendasi pimpinan partai. Maksudnya adalah untuk memberi kesempatan bagi orang muda yang berlatar belakang “social revolusioner” duduk di bangku kuliah, yaitu kaum buruh, petani miskin, dan petani menengah bawah. Masa belajar di universitas juga diperpendek menjadi tiga tahun. Isi pokok dari kurikulum ditentukan oleh komite revolusioner dan itu adalah Pikiran Mao Zedong. Pendidikan di bidang ilmu dan teknologi dianggap tidak penting, sementara ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik dianggap “ilmu kelas borjuis” yang harus dijauhi (I Wibowo, 2000:238).
Sejak tahun 1971 keadaan menjadi normal menurut versi Mao. Sekolah dan universitas dibuka kembali dengan syarat hanya buruh dan petani yang boleh belajar.



Seni
Pemerintahan Mao membentuk lembaga sistem sensor yang diterapkan dengan sangat ketat terhadap penerbitan buku-buku. Mao Talks Yan’an (Ceramah-ceramah Yan‟an mangenai Sastra dan Seni) diterapkan  sebagai pedoman agar penulisan menggunakan gaya realisme sosialis. Mao juga menggariskan asas bahwa penulis-penulis harus mengabdi kepada perjuangan politik yang agung dan bukannya mencari kepuasan diri atau ketenaran melalui keunggulan sastra. Dengan berbagai larangan dan pembatasan tidak mengherankan bahwa China tidak banyak menghasilkan kesusastraan modern yang memiliki daya tarik selain daya tarik akademis.
Pada masa Lompatan Jauh ke depan pemerintah mendesak para penulis untuk menggunakan realisme sosialis yang dikombinasikan dengan realisme revolusioner yang disebut romantisme revolusioner. Penulis diijinkan untuk menulis mengenai China periode kontemporer atau periode lainnya asal menggunakan realisme sosialis revolusioner seperti yang diinginkan pemerintah.
Penggunaan kesusastraan sebagai wahana pengajaran politik mencapai puncaknya pada masa Revolusi Kebudayaan. Novel-novel, cerita pendek dan drama yang diijinkan pada masa ini kebanyakan mengikuti pola yang sudah ditentukan. Sastra pada masa ini menggambarkan tokoh-tokoh secara hitam-putih, bahwa pahlawan harus sempurna dalam ideologi, motif, dan tindakan, penuh keberanian, tidak pernah menipu; sebaliknya penjahat harus penuh keburukan dengan latar belakang kelas yang mencurigakan atau nista, dan digerakkan oleh perasaan dendam dan iri hati. Tidak ada tokoh „tengah-tengah‟ yang mungkin menunjukkan permainan halus antara kesusilaan dan kepentingan diri sendiri. Penjahat selalu tidak dapat diperbaiki dan akhirnya dieksekusi atau dihukum seumur hidup. Perang senantiasa digambarkan secara gemilang dan romantik, dan pahlawan-pahlawan memperoleh kemenangan demi kemenangan.
Opera, film dan panggung teater didominasi produksi Madam Mao. Film-film China di masa 1958-1965 isinya bernada lembut dan sentimental atau bernada menggugah semangat „kekerasan‟ kalau pun ada disajikan secara halus seperti dalam opera China. Kebanyakan merupakan film propaganda. Misalnya Haixia, sebuah film yang berkisah tentang bayi di keranjang yang ditemukan oleh pasangan yang lantas hidup sengsara. Kampungnya diserbu tentara Kuomintang pimpinan Chiang Kai Shek, keluarganya disiksa dan dibunuh. Kesengsaraan itu berakhir ketika Tentara Pembebasan Rakyat berhasil menyelamatkannya, dan kemudian hidup bahagia.
Sepanjang masa Revolusi Kebudayaan banyak aspek budaya tradisi China meliputi seni lukis, peribahasa, bahasa, dan sebagainya yang dicoba untuk dihapuskan oleh pemerintah komunis China. Seni-seni budaya tersebut oleh pemerintah dianggap bersifat kolot, feudal, dan berbahaya.
Selama revolusi kebudayaan, represi dan intimidasi yang dipimpin oleh istri keempat Mao, Jiang Qing, berhasil menghentikan semua aktivitas budaya kecuali beberapa opera dan novel heroik seperti Hao Ran, seorang novelis ekstrem kiri. Seni dan buku-buku diawasi dengan ketat oleh negara. Meskipun beberapa penulis masih terus memproduksi secara rahasia, pada saat itu tidak ada karya sastra yang secara signifikan diumumkan. Buku-buku yang tidak sesuai dengan semangat revolusioner dihancurkan, sehingga pada masa Revolusi Kebudayaan banyak dilakukan pembakaran buku terutama oleh Pengawal Merah. Kategori buku tersebut antara lain buku-buku klasik China, dan terdapat juga buku-buku karya Shakespeare, Charles Dickens, Byron, Shelley, Shaw, Thackeray, Dostoyevsky, Turgenev, Chekov, Ibsen, Balsac, Maupassant, Flaubert, Dumas, Zola, dan buku-buku klasik lainnya.
Film, sandiwara, dan konser dilarang. Jiang Qing, istri Mao, telah melarang semua panggung dan gedung bioskop beroperasi, dan hanya delapan „opera revolusioner‟ ciptaannya yang sangat politis yang boleh dipergelarkan. Opera Peking yang sebelumnya digemari masyarakat dan sandiwara-sandiwara karya Shakespeare dan Moliere dilarang dipergelarkan. Di tingkat propinsi rakyat bahkan tidak berani mempergelarkan tontonan itu. Seorang sutradra dikecam karena rias wajah yang dipakaikan pada pahlawan yang disiksa dalam salah satu opera itu dianggap berlebihan oleh Nyonya Mao. Sutradara itu dijebloskan ke penjara dengan tuduhan „melebih-lebihkan penyiksaan dalam perjuangan revolusi‟ (Jung Chang, 2005: 377). Di awal tahun 1974 dilancarkan kampanye besar-besaran mencela sutradara film Italia, Michelangale Antoniaoni karena film yang dibuatnya mengenai China. Xenophobia atau kebencian terhadap orang asing meluas sampai ke musik-musik klasik asing, misalnya Beethoven setelah Philadelphia Orchestra mengadakan pergelaran musik di China.
Pemerintah komunis juga melakukan serangan terhadap musik klasik Barat, yaitu musik yang „tidak mewakili‟. Musik Tiongkok biasanya mempunyai tema deskriptif atau simbolis, misalnya mengenai pertempuran, perasaan duka cita, sungai di gunung, angsa-angsa beterbangan, dan sebagainya. Beberapa pemusik atau pianis dipotong jarinya oleh Tentara Merah.
Seni lukis juga harus mencerminkan lukisan dengan semangat revolusioner. Tema-tema nonpolitis seperti bunga-bungaan, ikan mas atau pemandangan alam mendapat kecaman. Lukisan biasanya dihiasi dengan gambar bendera merah kecil atau cerobong asap pabrik, traktor di ladang, atau gambar Mao dalam ekspresi heroik yang dianggap harus ada dalam seni periode Revolusi Kebudayaan.
Dalam gaya hidup keseharian, kaum perempuan tidak boleh lagi berambut panjang dan berdandan sesukanya. Bila ketahuan maka rambut mereka akan dipotong dan celana panjang ketat mereka akan dirobek di depan umum. Bentuk pakaian di China seragam dan monoton (Bonavia, 1987: 164). Pada umumnya busana yang dikenakan adalah model jas dan celana panjang longgar berwarna abu-abu, biru, dan hitam. Pada musim panas para gadis diperbolehkan mengenakan blus dan rok sampai di bawah lutut, dan pada musim dingin dapat mengenakan jaket berlapis tebal dengan warna-warna tidak mencolok. Gaya hidup masyarakat tidak menunjukkan adanya keinginan untuk mencari kekayaan atau benda-benda materi lainnya.






























BAB III
PENUTUP

Republic rakyat Cina diproklamasikan pada tanggal 1 Oktober 1949 merupakan awal dari perpolitikan cina modern, meskipun perpolikan cina modren sudah dimulai sejak tahun 1911 ketika runtuhnya dinasty ching. Dan tidak dapat dipungkiri Soviet dengan pahamnya mempunyai peranan yang sangat penting demi kelangsungan komunisme Cina kedepannya.
Dari tahun 1949 ketika PKC menjadi pemegang kekuasaan banyak terjadi pertentangan-pertentangan yang menyertai kebijakan yang di terapkannya, tapi seiring berkembangnya jaman PKC juga mampu membuat kebijakan-kebijakan yang mampu menjaga pemerintahannya dan mempu membuat “Cina Baru”.
Semenjak tahun 1949 atau semenjak PKC menjabat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi jurang kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat dapat di perkecil.






















DAFTAR PUSTAKA

Darini, ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Yogyakarta
http://rukawahistoria.blogspot.com/2010/02/rrc-1949-1969-part-ii-html.

Mas’oed,Mohtar dan Macandrew, Colin. 2008. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta. GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS

Wibowo, I., Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina: Negara dan Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Studi Cina, 2000.




Sabtu, 18 Januari 2014

tips download tugas TI

untuk download semua tugas TI, klik dulu salah satu postingannya, nanti di sebelah kanan anda akan muncul klik dulu salah satu kemudian klik yang ada tulisan downloadnya.

vlookup.xlsx

download disini

teknologi informasi.ppt

download disini

denah

download disini

if fungsi

download disini

biodata

download disini

daftar hadir siwa

download disini

microsoft equestions

download disini

surat resmi

download disini

penutup makalah

download disini

kata pengantar makalah

download disini

isi makalah

download disini

daftar isi makalah

download disini

caver makalah

download disini

Labels